Selasa, 19 Januari 2016

Review The Blood of Olympus

Judul : The Blood of Olympus
Pengarang : Rick Riordan
Penerjemah : Reni Indardini
Penyunting : Rina Wulandari
Penerbit : Noura Books
Cetakan : I - 2014
Tebal : 514 halaman
Rating : 4/5

Saya memulai bacaan tahun 2016 saya dengan membaca buku Blood of Olympus ini. Sudah cukup lama saya mengincar buku ini, walau tidak masuk ke dalam top wishlist saya. Buku-buku karya Rick Riordan yang cukup banyak sehingga mengganggu kestabilan ketebalan dompet bagi saya masuk ke dalam daftar incaran karena sudah terlanjur basah mengikuti serinya sejak kira-kira 6 tahun yang lalu. Selain karena faktor terlanjur basah tersebut, saya juga terpikat dengan karya Rick Riordan karena keseruan cerita yang mampu memaksa saya untuk begadang demi menuntaskan ceritanya, walau secara pribadi saya tidak terlalu suka dengan konsep demigod (anak dewa dan manusia) yang menurut saya merupakan anak haram dan rancangbangun dunia mitologi Rick Riordan yang kurang sempurna.

Keseruan cerita yang telah saya rasakan di karya Rick Riordan sebelumnya kembali saya rasakan di buku pamungkas dari seri The Heroes of Olympus ini. Dengan menggunakan sudut pandang para demigod  yang harus berjuang untuk menyelamatkan dunia dari amuk murka Ibu Pertiwi yang tengah berusaha bangkit, kita diajak untuk mengunjungi tempat-tempat eksotis di beberapa penjuru dunia dan bertemu dengan dewa-dewi serta makhluk mitologi lainnya seperti raksasa dan manusia serigala. Dari Ithaca tempat asal Odysseus yang kisah pelayarannya termahsyur di seluruh dunia, kemudian berpindah melihat sisa amukan gunung Vesuvius di Pompeii. Rick Riordan juga mengajak kita mengunjungi kota San Juan di Puerto Rico dalam rangka napak tilas salah satu tokoh dalam buku ini. Kita juga diajak untuk menjumpai si kembar yang tak ingin terlihat seperti kembar dan raksasa yang tampan sehingga membuyarkan ekspektasi salah satu tokoh dalam buku ini terkait penampilan fisik raksasa.

Pemilihan demigod yang menjadi sudut pandang dalam buku ini menurut saya menarik, karena di sini tak melulu Percy atau Annabeth yang menjadi pemecah masalah utama. Saya terkesan dengan perjuangan Jason Grace, Nico di Angelo, Reyna Avila Ramirez-Arellano, dan Piper McLean. Sejujurnya saya tidak terlalu terkesan dengan kiprah Leo Valdez dan bertanya-tanya kenapa beberapa teman saya begitu menyukai Leo Valdez. Mungkin karena menurut saya Leo benar-benar hot sampai terasa kering dan garing sehingga kurang menarik bagi saya #kriuk. Pesan yang saya tangkap dari pemilihan sudut pandang demigod di buku ini adalah tentang pentingnya kerjasama dan setiap individu memiliki peran yang penting dalam meraih tujuan bersama. 

Di buku ini terdapat petunjuk tentang seri buku terbaru karya Rick Riordan yang sedang dikerjakan dan akan makin mempertipis dompet karena kabarnya ada lima buku dalam seri ini, The Trial of Apollo, di mana disebutkan beberapa kesalahan Apollo (di mata Zeus) yang membuatnya harus menjalani masa percobaan di bumi. Selain itu juga terdapat sedikit petunjuk lain tentang Magnus Chase, sepupu Annabeth yang menjadi tokoh utama dari seri mitologi Nordik karya Rick Riordan.

Terkait teknis penerjemahan, buku ini agak membuat saya merasa campur aduk dalam menanggapi terjemahannya. Ada banyak kata yang sepertinya asal serap dari bahasa asing, seolah-olah penerjemahnya enggan mencari padan kata yang lebih terasa Indonesia. Tapi ketika menemukan kata seperti mambang dan Tirtawan, anggapan saya tersebut pun pudar. Mungkin kata yang saya anggap asal serap tersebut memang sulit untuk dicari padan kata yang lebih terasa Indonesia bagi saya, sehingga kata serapan tersebut menjadi pilihan penerjemah buku ini. Selain itu terdapat beberapa typo yang agak mengganggu kenyamanan saya dalam membaca buku ini.